OKU Timur, – Keputusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) OKU Timur untuk meneruskan laporan tentang dugaan pelanggaran netralitas seorang kepala desa yang mendukung calon petahana kepada bupati petahana mendapat kritik keras dari berbagai kalangan.
Tindakan ini dianggap tidak hanya melanggar prinsip independensi lembaga pemilu, tetapi juga berpotensi menimbulkan konflik kepentingan yang besar.
Dilaporkan bahwa kepala desa tersebut secara terbuka menyatakan dukungannya kepada calon bupati petahana dalam pilkada yang mendatang.
Informasi ini diperoleh dari formulir A.17 Pemberitahuan mengenai status laporan yang dihasilkan dari penelitian dan pemeriksaan laporan yang dilakukan oleh pengawas pemilihan, yang kemudian dilanjutkan kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan bupati OKU Timur petahana.
Tindakan ini jelas melanggar ketentuan hukum yang mengharuskan kepala desa bersikap netral, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Namun, alih-alih mengambil tindakan sesuai prosedur, Bawaslu justru meneruskan laporan tersebut kepada bupati petahana yang tengah mengikuti pemilihan.
Pengamat politik dan aktivis pemilu menganggap langkah ini sangat berbahaya bagi kredibilitas Bawaslu sebagai lembaga pengawas yang seharusnya bersikap independen.
“Ini merupakan kesalahan besar. Bawaslu seharusnya bertindak tegas dan independen. Mengirim surat ke petahana, yang memiliki kepentingan, bukan hanya tidak etis tetapi juga melanggar prinsip dasar pengawasan pemilu,” jelas Febri Kurniawan, pengamat politik di OKU Timur, pada Kamis (19/9/2024).
Kritik juga datang dari masyarakat sipil yang mempertanyakan motif di balik keputusan ini.
“Bagaimana mungkin pelanggaran netralitas kepala desa yang mendukung petahana justru diserahkan kepada bupati petahana? Ini seperti meminta serigala menjaga kandang domba,” ujar Muhammad Obrin, S.Sos, ketua LSM KAMPUD di OKU Timur.
Tindakan Bawaslu ini menimbulkan spekulasi bahwa lembaga tersebut tidak netral dan mungkin terpengaruh oleh tekanan politik dari pihak-pihak yang berkepentingan.
Padahal, sesuai mandatnya, Bawaslu seharusnya bertugas menegakkan hukum pemilu secara independen dan profesional, tanpa keberpihakan.
Lebih lanjut, melibatkan petahana sebagai pihak yang terlapor dalam pengaduan justru menimbulkan kekhawatiran bahwa penyelesaian pelanggaran akan terhambat atau diabaikan.
“Jika laporan ini dibiarkan begitu saja atau ditangani oleh petahana, ini bisa merusak integritas pemilu secara keseluruhan,” tambahnya.
Desakan kepada Bawaslu untuk bertindak tegas dan independen semakin meningkat. Masyarakat berharap Bawaslu segera menarik kembali surat tersebut dan mengambil tindakan langsung terhadap kepala desa yang diduga melanggar aturan tanpa melibatkan pihak yang memiliki konflik kepentingan.
Apabila tidak, hal ini dapat merusak kepercayaan publik terhadap lembaga pengawas pemilu dan menggoyahkan pelaksanaan pemilu yang adil dan demokratis. (*)